Sunday 22 November 2009

Memandang Alam. Menatap Fraktal


Saat menatap pemandangan alam, atau setidaknya foto pemandangan alam, akan tercipta suatu perasaan tenang di hati. Atau juga mungkin perasaan kagum terhadap apa yang alam sajikan kepada mata kita, yang terkadang belum pernah kita lihat atau bayangkan. Perasaan itu datang begitu saja tanpa bisa dijelaskan dari mana asalnya. Apakah dari sesuatu yang ada di dalam gambar tersebut, atau mungkin hanya sekedar spontanitas yang entah datang dari mana. Mungkin saat menatap pemandangan matahari terbenam, kita merasa tenang karena warna merah yang begitu indah. Atau saat menatap foto dokumentasi letusan gunung berapi, kita terkejut dan terpana oleh betapa dahsyatnya kekuatan alam. Bisa juga saat kita memandang sebuah foto awan awan, perasaan tenang muncul dari warna biru langit yang menyejukkan mata. Apapun sebabnya, bisa dijelaskan atau tidak, memandang alam merupakan kegiatan yang bisa menimbulkan suatu emosi perasaan yang entah kita tidak tau dari mana datangnya.

Demikian pula halnya saat menatap pada sebuah fraktal. Bentukkan geometri yang tidak lazim dilihat. Komposisi bentuk yang unik. Perpaduan warna warni yang menarik. Semua itu menimbukan suatu perasaan, entah itu perasaan tenang, sedih , gembira, marah, kagum, kaget, dan lain lainnya, yang kita tidak tau dari mana asalnya persaan itu datang. Yang kita tau adalah bahwa saat menatap sebuah fraktal, perasaan itulah yang muncul. Apakah itu dari komposisi fraktal, ataukah dari warnanya, ataukah dari bentukkannya, kita tidak tau. Perasaaan itu muncul begitu saja.


Satu hal yang membedakan keduanya adalah, saat ini kita masih lebih bisa menerima gambar pemandangan alam sebagai sebuah wujud seni daripada fraktal. Padahal keduanya adalah sama. Pemandangan alam merupakan wujud makro dari suatu ciptaan ilahi. Sedangakan fraktal dapat dikatakan sebagai gambaran mikro dari ciptaan tersebut. Akan tetapi pada hakikatnya nilai keduanya adalah sama. Keduanya dapat membangkitkan suatu perasaan yang ada dalam diri manusia. Pun keduanya merupakan sesuatu yang sudah ada secara alamiah. Fotografer, pelukis, maupun fraktalis hanyalah orang orang yang diberi kelebihan untuk bisa menemukan keindahan tersebut, yang dimata orang kebanyakan terlihat sebagai hal yang biasa biasa saja. Oleh karena itu sudah sepantasnyalah kita tidak mempertanyaakan apakah fraktal itu adalah sebuah bentuk seni atau bukan.

Satu hal lainnya yang masih belum bisa diterima masyarakat adalah persepsi bahwa fraktal itu tidak memiliki cerita. Kebanyakan masyarakat lebih menyukai sebuah gambar yang bercerita. Akan tetapi apakah sebuah foto pemandangan alam mempunyai cerita? Jika memang iya, apa sebetulnya cerita foto tersebut? Bukankah itu hanya karangan orang yang melihat, atau hasil renungan sang fotografer? Apa yang sebenarnya diceritakan oleh gambar matahari terbenam? Apa yang diceritakan oleh awan awan berarakan? Apa yang diceritakan oleh gunung api yang meletus? Tidak ada. Semua itu hanyalah gambaran alam yang memang sudah alamiah terjadi. Akan tetapi, dengan kekuatan pikirannya, manusia mencoba mencari cari sebuah cerita dibalik gambar yang dilihatnya, padahal sebenarnya cerita itu tidak ada. Ini karena sifat dasar manusia yang selalu ingin mendapat penjelasan dari apa yang ada. Inilah yang kita kenal sebagai filsafat. Mencari sesuatu dari sesuatu sampai sesuatu itu tak ada lagi.

Hal yang sama juga terjadi pada fraktal. Fraktal, bagi saya adalah gambaran mikro dari alam. Merupakan bagian dari kebesaran tuhan. Namun hanya sedikit orang yang bisa melihat, mengapresiasikan keindahan yang dimiliki oleh fraktal. Jika hanya sekilas kita melihat, maka perasaan yang umumnya muncul di hati kita saat melihat fraktal adalah keterkejutan dan kagum. Itu saja. Akan tetapi jika anda memandang lebih dalam, meresapi apa yang ada dalam gambar fraktal tersebut, anda akan dapat menangkap apa ”cerita” yang ada pada fraktal tersebut. Seperti halnya dengan ilmu filsafat, sesuatu itu baru akan mempunyai makna jika kita merenungi apa yang sebenarnya ada, kandungan dari sesuatu tersebut. Fraktal pun mempunyai cerita, cerita yang akan muncul jika anda mau melihatnya dengan lebih lekat dan lebih dalam, sama seperti halnya anda menatap gambar pemandangan alam.

Sunday 15 November 2009

Selayang pandang apresiasi masyarakat Indonesia terhadap fraktal

Adalah suatu kebanggaan tersendiri bagi seorang seniman untuk bisa menampilkan karyanya di depan khalayak ramai. Betapa tidak, karya yang selama ini terpendam dalam sangkarnya menjadi bisa dinikmati bersama sama oleh khalayak ramai. Begitu pula dengan saya. saya senang amat bila karya saya bisa sama sama dinikmati pleh khalayak ramai. Maka dari itu, jika ada kesempatan untuk ikut pameran, saya pasti akan mengambil kesempatan tersebut.

Dan kesempatan itu datang pada tanggal 15 november 2009. pada sebuah launching band pendatang baru bernama ”joy climax”, saya turut meramaikan acara terseebut dengan menampilkan beberapa karya saya. Oh, pada awalnya saya amat senang bukan kepalang. Apa yang lama saya inginkan akhirnya bisa diawali, mengadakan sebuah pameran. Meski hanya sebagai pelengkap dari sebuah launcing album, tetap saja saya senang. Maka pun saya mempersiapkan segala sesuatunya dengan sematang matangnya. Mulai dari memilih karya, memasang bingkai, membuat kartu nama, membuat deskripsi karya, dan hal hal lainnya yang dibutuhkan dalam sebuah pameran. Maka siang itu pun saya siap tempur (meskipun tidak bisa berharap banyak).

Begitu datang, apa yang saya duga sebelumnya memang kejadian sungguh. Keadaan yang sepi, adem ayem. Menurut info yang saya terima, yang memeriahkan acara tersebut adalah pameran desain grafis dan pameran foto, setidaknya ada 5 orang yang mengikuti pameran tersebut, saya, arief firdaus, seto buje, seorang wanita yang tak saya tau namanya, serta seorang lagi yang saya tak tau siapa. Namun apa yang saya temui saat saya datang adalah: sepi. Belum ada satu orang pun dari yang akan pameran datang hadir. Maka beberapa saat saya menunggu sambil memajang karya karya saya. Beberapa menit kemudian akhirnya datang satu orang: arif firdaus. Dan ia datang tak sendiri, tapi membawa kabar: seto buje tak bisa datang karena sakit. Dan 2 orang lainnya, saya tak tau kabarnya. Kami tak tau kabarnya, yang pasti sampai acara selesai mereka tak ada.

Apa yang menyebabkan mereka tak hadir saya tak tau. Apa memang mereka ada halangan suatu hal, atau mereka sudah tau bahwa ini hanyalah acara kecil yang takkan mengundang publisitas yang besar bagi mereka?? Saya tak tau, kalau hal itu alasan mereka, maka itu sangat amat disayangkan. Tak usahlah milih milih event. Kalau memang ingin langsung besar, ya tak mungkin. Semua harus mulai secara bertahap. Tak ada yang instan di dunia ini kecuali mie dan kopi.

Oke, itu dari segi pembukaan sebelum acara mulai.

Sekarang di dalam acara.

Well, karena ini blog mengenai fraktal, maka saya akan membahas aspek aspek fraktal di pameran tersebut. Saya menampilkan karya fraktal saya 5 buah: Rage, Hyper-Bacter, Life, Vena, 123456 step from 356526

Lalu kemudian datanglah para pengunjung. Dan apa yang saya pelajari dari pameran ini adalah bahwa pengunjung, yang notabene adalah orang awam, masih tidak peduli dengan bagaimana karya tersebut dibuat, seberapa besar usaha seorang seniman untuk menghasilkan karyanya, teknik apa yang dibuat, dan lain sebagainya. Memang itu adalah suatu hal yang wajar. Saya bisa terima. Apa yang masih belum bisa saya mengerti adalah adat kebiasaan orang orang yang tidak ingin bertanya tentang sesuatu hal yang mereka belum tau. Saya banyak melihat orang orang yang lalu lalang di dekat meja pameran saya, mereka melirik, dengan mata yang agak berkerut tanda mereka bingung ”apa itu?”. namun mereka hanya berlalu. Kesimpulan di kepala saya ada dua: 1) mereka malu bertanya 2) apresiasi seni mereka masih kurang. Kalau itu adalah jawaban ke-2, saya masih bisa maklum. Akan tetapi kalau jawabannya adalah yang pertama, itu yang saya tak bisa maklum. Ini 2009 bung. Bukan lagi jamannya jadi pemalu. Hanya melirik lirik, tak ada keberanian. Tak punya inisiatif. Begitu mereka tau saya memperhatikan mereka, mereka langsung memalingkan muka. Mungkin ini memang sudah jadi adat orang indonesia. Dan merupakan adat yang buruk. Kalau bukan, mungkin ini hanya pendapat saya yang salah. Anda lah yang memutuskan.

Kembali ke pameran. Hal yang saya suka saat menampilkan karya saya ke orang orang adalah kalimat ”WOW” yang mereka ucapkan saat saya menjelaskan apa itu fraktal :). Itu suatu bentuk apresiasi tersendiri bagi saya. Apa lagi saat ada yang bertanya tentang bagaimana proses pembuatannya. Itu sangat saya apresiasi. Dan saya takkan segan segan menunjukkan pada mereka bagaimana cara membuatnya. Well, itu kesan kesan saya dalam pameran tadi sore.

Oke lah, saya capek badan ini rasanya.
Langsung ke kesimpulan saja:

1.
hai orang indonesia, janganlah malu bertanya tentang suatu hal yang kalian tidak tau. Bukankah kalian yang membuat pepatah malu bertanya sesat di jalan?? Atau jangan jangan itu adalah pepatah yang kalian curi dari orang malingsia??

2.
masyarakat indonesia masih amat sangat awam tentang fraktal. Maka wahai para seniman fraktal, dalam sebuah pameran anda perlu mempersiapkan brosur yang menjelaskan apa itu fraktal. Selain itu, karena alasan yang sama, tidak lah perlu menyertakan parameter fraktal anda dalam deskripsi karya. Cukup sertakan judul, nama anda, dan beberapa penjelasan ringan.

3.
wahai para seniman, jadilah orang yang oportunis. Meskipun hanya sebagai pelengkap, namun pameran adalah kesempatan anda untuk dapat berkembang. Dengan demikin anda akan tau bagaimana pendapat orang orang mengenai karya anda, dan jadikan hal ini sebagai masukan, kritik bagi anda, sehingga anda bisa jadi berkembang lebih maju.

4.
sediakan minum yang banyak saat pameran berlangsung. Anda tidak dapat meninggalkan meja anda. Pertama adalah karena kalau anda meninggalkan meja, maka tak ada yang akan menjelaskan karya anda jika ada yang bertanya. Kedua, kemungkinan besar ada banyak pencoleng yang akan mengambil barang barang berharga yang anda tinggalkan (HP, laptop, dll)

oke, sekian laporan selayang pandang mata dari saya. Mungkin tidak terlalu menggambarkan keseluruhan pameran, tapi setidaknya cukup menggambarkan (halah, gajelas :)) sampai berjumpa dalam pameran pameran selanjutnya. Dan perhatikan orang orang di sekitar anda, terutama orang dengan kemeja dan jeans hitam, karena orang itu mungkin adalah saya..

wassalam

btw, ini beberapa foto dari pameran: