04.30 Dini hari waktu Indonesia, 31 Oktober 2011, atau 30 Oktober waktu amerika
sana. Saya mendapat kesempatan untuk menjadi salah seorang panelis dalam sebuah
acara talkshow online bersama seorang seniman fraktal senior. Senior dalam
artian pengalaman dan juga umur. Ia adalah Tom Wilcox. Seniman berusia 67 tahun
asal Wisconsin amerika serikat ini sudah sejak lama menggeluti kesenian fraktal
sejak awal munculnya perangkat lunak fractint pada era ’80-an.
Jujur saja, saya pun sebenarnya tidak terlalu mengenal secara mendalam
siapa itu sosok Tom Wilcox, baik dari karyanya, maupun secara personal. Akan
tetapi, yang membuat saya tertarik untuk menyetujui undangan sebagai seorang
panelis dalam acara talkshow tersebut adalah beberapa buku berisi gambar-gambar
fraktal Tom telah diterbitkan secara internasional. Selain itu, beliau juga
memegan 20 hak paten dari berbagai macan jenis. Dalam halaman pribadinya di deviantART, beliau juga merupakan salah satu member senior, sekaligus menerima
penghargaan Deviousness Award. Deviousness award merupakan sebuah penghargaan
yang diberikan kepada member deviantART yang dinilai berkontribusi besar dalam
mengembangkan komunitas yang digelutinya. Saya tidak tahu apa yang telah
dilakukannya sehingga mendapatkan penghargaan tersebut. Ada dua kemungkinan
mengapa saya tidak tahu, yang pertama adalah mungkin karena pada saat beliau
menyumbangkan kontribusinya, saya belum aktif dalam komunitas fraktal, atau
yang kedua adalah karena prestasinya di dunia nyata (dalam bentuk terbitan
buku) lah yang membuatnya mendapatkan penghargaan tersebut. Adapun buku-buku
yang pernah diterbitkannya pun saya belum pernah membacanya. Hal itu makin
menambah rasa penasaran saya mengapa beliau bisa meraih prestasi sebegitu besar
dalam usianya yang tidak bisa dikatakan muda.
Okey, ada beberapa hal yang saya baru ketahui pada saat acara tersebut
berlangsung. Ada pula beberapa hal yang saya pelajari sebagai efek samping dari
acara tersebut. Efek samping yang dimaksud disini adalah perbincangan yang kami
(saya dan teman-teman fraktalis lainnya) lakukan di ruangan lain selain ruangan
yang dipakai sebagai chatroom utama. Akan saya uraikan dalam bentuk poin agar
saya dapat menjelaskannya dengan lebih fokus, dan pembaca (saya harap) dapat
memahaminya dengan lebih mudah.
1) Tom Wilcox pada 27 oktober
ini tepat menginjak usia 67 tahun. Usia yang sudah cukup matang bagi seorang
seniman. Akan tetapi, ia bukanlah seorang seniman biasa, melainkan seniman
digital. Seni digital, sudah pasti harus dilakukan dengan menggunakan media digital,
yaitu komputer. Di usianya yang sudah senja, Ia masih mampu dan bisa untuk
mempelajari berbagai perangkat lunak pengkreasian fraktal yang notabene
perkembangannya sangat pesat. Perangkat lunak pengkreasi fraktal paling baru
saat ini adalah mandelbulb3D. Bagi sebagian orang, perangkat lunak ini memiliki
desain antarmuka yang kurang bersahabat, termasuk bagi saya. Akan tetapi,
dengan keuletan dan kemauannya untuk belajar, Tom Wilcox berhasil mempelajari
bagaimana cara mengoperasikan perangkat lunak tersebut. Hal tersebut membuat
saya terkagum. Sebagai seorang seniman sejati, umur bukanlah menjadi suatu
alasan untuk tidak mempelajari hal-hal yang baru.
2) Tom Wilcox mengakui dirinya
sebagai orang yang hanya dapat mengetik dengan menggunakan dua buah jari, masing-masing
satu jari dari kedua tangannya. Hal ini dapat dimaklumi karena pada usianya
yang uzur, tentu ia tidaklah aktif menggunakan media chatting sebagaimana
sering dilakukan anak muda jaman sekarang. Dengan demikian kemampuan mengetik
yang dimilikinya bisa dikatakan rendah. Untuk mengatasi kekurangannya tersebut,
maka pada saat acara audiensi tersebut berlangsung, Tom ditemani oleh seorang
asisten yang membantunya untuk mengetikkan jawaban dari pertanyaan yang
diajukan. Tanpa bantuan asistennya, maka ia tidak akan bisa mengetikkan jawaban
dengan cepat.
Nah, sekarang coba pikirkan. Seorang seniman
berusia 67 tahun, menggeluti bidang seni digital. Hanya memiliki kemampuan
mengetik dengan menggunakan dua jari. Bagaimana ia tetap produktif menghasilkan
karyanya? Saya merenungkannya cukup lama dan hanya muncul satu kata dalam
pikiran saya: kesabaran. Ya, dengan kesabaran. Tom Wilcox, dengan keterbatasan
dan passionnya yang besar terhadap seni digital, dibarengi dengan kesabaran
dalam mengkreasikan karyanya, membuahkan hasil yang besar, yang dapat
dibanggakan. Semuanya adalah buah dari kesabaran.
3) Pada saat saya mendapatkan
giliran untuk melontarkan pertanyaan, pertanyaan yang saya ajukan adalah “apa
arti dari karya-karya anda bagi anda sendiri?” (tentu saja saya menggunakan
bahasa inggris :p). Selang beberapa waktu ia menjawab, kira-kira begini
jawabannya jika diterjemahkan dalam bahasa indonesia:
“Jika saya menyukai suatu hal maka saya juga ingin orang lain menyukainya. Adalah munafik seorang seniman yang berkata bahwa ia membuat karya untuk dirinya sendiri, dan kemudian mempublikasikannya. Anda mempublikasikan karya anda karena anda ingin karya anda dinikmati oleh orang lain. Disukai oleh orang lain. Maka dalam berkarya, saya tidak berkarya untuk membuat senang diri saya sendiri. Saya berkarya agar dapat membuat orang lain yang melihat karya saya juga turut merasakan senang, sebagaimana saya senang terhadap karya tersebut.”
4) Salah satu efek samping
seperti yang sudah saya ungkapkan di atas adalah terjadinya sebuah perbincangan
menarik antara kami, sebagai sebuah komunitas. Dalam perbincangan sampingan
tersebut, kami berbicara tentang bagaimana kondisi komunitas fraktal pada
generasi pertama dan generasi sekarang, generasi kedua. Mengapa ada pembagian
generasi dalam komunitas fraktal mungkin pembaca sedikit bertanya-tanya.
Memang, tidak ada kesepakatan tertulis mengenai
hal tersebut. Saya lah yang membuat penggenerasian tersebut. Saya, sebagai
orang yang masuk komunitas fraktal pada masa peralihan antara generasi pertama
dan generasi kedua, merasakan bagaimana keadaan status quo. Kekosongan
kekuasaan. Ketiadaan pemimpin dalam sebuah komunitas. Dimana generasi pertama
masih berusaha untuk mengais-ngais sisa kejayaannya, sedangkan generasi baru
sudah menggeliat ingin menunjukkan kemampuannya.
Lalu mengapa generasi pertama bisa habis? Memang,
tidak semua orang dari generasi pertama pergi meninggalkan fraktal. Ada
sebagian yang bisa tetap bertahan menghadapi drama yang terjadi, dan sampai
saat ini masih aktif dalam seni fraktal dan menjadi panutan. Sedangkan sebagian
yang lain memilih untuk pergi meninggalkan fraktal. Kehancuran mereka,
disebabkan oleh karena keogoisan mereka sendiri. Memang, ketika itu mereka
masih dalam usia yang muda. Masih dalam usia belasan tahun, mungkin setingkat
SMA. Emosi yang meledak-ledak digabung dengan kekuasaan yang besar memang bukan
suatu kombinasi yang baik. Akibatnya, mereka tidak bisa mengontrol egonya
masing-masing. Salah satu dari generasi pertama yang ikut dalam perbincangan tadi
pagi adalah Penny5775. Ia berkata,
"Sebuah komunitas adalah cerminan dari keadaan pemimpinnya. Jika pemimpinnya baik, maka baik pula lah komunitas tersebut. Jika pemimpinnya jelek, maka rusaklah komunitas tersebut."
Ini, memang
adalah sebuah konsep yang sangat mendasar. Akan tetapi konsep dasar ini sering
dilupakan banyak orang dan berakibat fatal bagi mereka dan orang di sekitarnya.
Demikian itu tadi secuplik ulasan saya tentang acara audiensi bersama Tom
Wilcox. Sangat disayangkan bahwa para panelis tidak bisa mengajukan semua
pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya karena berbagai macam keterbatasan
yang ada. Akan tetapi, dari acara tersebut saya banyak mengambil pelajaran,
baik dari pihak penyelenggara, dari narasumber, maupun dari perbincangan
sampingan yang terjadi.
Jika pembaca ingin mengetahui apa saja pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
oleh para panelis secara lengkap dalam acara tersebut, akan tersedia chat log
yang sedang disiapkan oleh penyelenggara dan akan dipublikasikan dalam waktu
dekat (update akan saya beritahukan dalam blog ini juga).
Demikian dari saya, semoga bermanfaat bagi para pembaca. :)