Sedari awal juga
seharusnya sudah saya sadari bahwa seharusnya saya ini bergaul dengan
orang-orang dari kalangan seni, bukan desain. Mengapanya saat ini saya bergaul
dengan orang desain adalah karena pada awalnya merakalah yang memperkenalkan
saya pada dunia visual tak bergerak. Adalah Ariana Luberto Fauzi dengan
kuliahnya yang mengambil jurusan multimedia, telah membawa saya untuk
membaca-baca buku pelajarannya. Perkenalan dengan perangkat lunak pengolahan foto
telah membuat saya mengeksplorasi berbagai macam tools dan melakukan berbagai
macam percobaan dengan gambar dan berbagai visualisasi.
Lalu kemudian
datanglah saat dimana saya melihat kawan saya itu dalam mata kuliahnya
diharuskan untuk menggambar. Ya, betul. Menggambar, dimana saya tidak bisa
untuk menggambar. Tangan saya ini tidak samapai hati untuk bergerak lunglai
mengikuti kemauan kepala saya dan otak di dalamnya. Tangan saya tidak bisa
menari dengan lepas di atas lembaran kertas gambar. Dulu, dan sampai sekarang, saya
pun pernah menarikan jari-jari ini di atas kertas, tapi tidak untuk menggambar
dan untuk menulis. Dan itu adalah sudah biasa bagi saya. Namun ketika dihadapi
pada kenyataan bahwa gambar saya tidaklah lebih baik daripada gambaran anak
kelas SMP, maka saya sadari bahwa saya bukanlah ahli di bidangnya.
Sampai suatu saat
saya menemukan apa itu yang dinamakan fraktal. Dimana pergerakan tangan
bukanlah lagi suatu hambatan. Dimana tombol-tombol adalah tinta dan tetikus
adalah pena. Dimana angka dan persamaan adalah imajinasi, dan abstrak adalah
kepastian yang sesungguhnya. Dimana saya menemukan apa itu yang dinamakan
kebebasan. Apa itu yang dinamakan berekspresi sesungguhnya.
Dan pergelutan
dengan sebuah komunitas di dunia maya adalah sebuah efek samping dari sebuah
kegiatan yang memang berawal dari sana. Kami berbicara dan berbicara hanya
tentang fraktal dan lain sebagainya. Di dunia maya. Dan di dunia maya, dimana
yang dinamakan negara adalah negara dunia, satu dunia, tidak ada lagi batasan
jarak dan lokasi. Dimana berkumpul semua orang dengan hobi yang sama, tanpa
halangan bahasa.
Dalam sekian lama
tersebut, tidak dapat dipungkiri, makin banyak saya mengenal orang lain, dan
sebaliknya. Semakin banyak saya mengenal orang, dan juga berbagai karakter
mereka. Semakin banyak saya tahu tentang berbagai teknik dan cara, berbagai
macam gaya dan komposisi. Dan semakin banyak saya tahu semua itu, maka semakin
besar pula diri ini merasa saya harus diam dan tidak perlu berkata yang
macam-macam. Bukan, bukan karena saya tidak ingin berbagi, tapi diam karena
diri yang merasa kecil, dimana semakin saya banyak tahu, semakin saya menyadari
bahwa saya tidaklah tahu apa-apa.
Lalu bagaimana
dengan di dunia nyata? Dunia yang sebenarnya kita hidupi? Apakah saya berkumpul
dengan para pencinta fraktal? Yang bisa saya jawab adalah bahwa sampai hari ini
saya belum pernah bertemu muka dengan seseorang yang mempunyai hasrat yang sama
di bidang fraktal. Memang, ada beberapa orang indonesia yang saya kenal di
dunia maya yang juga bergelut di bidang fraktal, akan tetapi belum, belum
pernah saya bertatap muka dengan mereka.
Lalu, apa lagi
yang saya mau sampaikan saya jadi lupa karena tadi datang Faqih yang mengajak
berdiskusi. Nanti lah saya sambung lagi kalau saya inget.
No comments:
Post a Comment